Dinamika Ala Gado-Gado

  • by

Dinamika Ala Gado-Gado

Berjam-jam sudah forum tahunan itu berlangsung, dan (seolah-olah) belum menemukan titik terang. Yang ada malah; bosan, jengkel, dan capek. Saya sendiri sempat bergumam mumet ndasku. Semuanya campur-aduk. Suasana forum yang jelas-jelas mengundang emosi dan air mata, walaupun sebenarnya tak benar-benar sampai klimaks.

Entah bagaimana dalam benak saya sempat terlintas gado-gado. Tapi rasa-rasanya saya tidak sedang lapar, sekalipun iya. Saya lebih suka bakso atau paling tidak sego kucing yang terkenal murah meriah itu. Alasannya, mungkin karena suasana forum yang tidak karuan sejak dimulai. Sehingga satu gambaran yang muncul di kepala adalah suatu hal yang cukup mewakili ke-mumetan kepala saya. Ya, gado-gado.

Tapi meskipun tidak terstruktur, sistematis, dan rapi. Umpama gado-gado: ada mentimun, terong, kacang goreng, cabe, garam, dan bahan-bahan lain yang mungkin ikut terlibat. Semuanya diulek dalam cobek. Kemudian disajikan dah uh.. menghasilkan cita rasa yang ulala-ulala-beibeh. Begitulah kiranya pikiran saya menangkap realitas forum yang tengah berlangsung, persis seperti gado-gado.

Sebagaimanpun perbedaan itu muncul-tenggelam silih berganti. Si A inginnya begini-begitu beda dengan si B yang inginnya begini saja haha atau malah si C yang begitu-begitu saja. Saya memaknai bahwa itu (semua) merupakan bagian dinamika organisasi.

Lebih dari itu, saya maknai “dinamika” dengan segala serba-serbinya merupakan bagian dari hakikat hidup, yang pada prosesnya mengasah diri untuk terus mengenal diri itu sendiri. Betul apa yang dikemukakan Pram soal “organisasi sebagai alat untuk mendidik rakyat”. Ilmu pengetahuan bisa didapat di sekolah, tapi sekolah hanya menawarkan rumus-rumus melangit serta kebohongan-kebohongan sejarah. Kurikulum pendidikan dengan rentetan pelajaran hasil rumusan korporat yang barangkali hanya dibutuhkan oleh mereka demi memperkaya diri.

Organisasi menawarkan seseorang untuk menjadi lebih: humanistis, dan menuntut terbentuknya solidaritas organik. Khususnya organisasi primordial yang berada pada lokus strategis seperti organisasi daerah, karena ruang lingkup bersifat regional bahkan bisa masuk pada skup lokal. Namun bukan berarti fokus pembahasan terbatas skala regional melulu. Artinya organisasi daerah (harusnya) tidak menutup diri terhadap pembahasan isu nasional maupun global. Tidak bisa kita nafikan berbagai gejala persoalan yang muncul dalam skala regional, tidak terlepas dari pengaruh situasi dan kondisi global yang telah, maupun tengah berlangsung. [Halahh.. malah melebar]

Kembali ke pembahasan awal. Intinya bahwa pendidikan dalam organisasi tidak hanya mencakup soal disiplin ilmu-ilmu tertentu saja. Pertentangan pikiran, emosi antar individu yang seringkali tak terhindarkan merupakan sebuah keniscayaan. Yang menjadi point penting adalah bagaimana setiap orang menyikapi hal-hal tersebut, entah dengan cara (ekspresi) mutung, marah-marah, diam. Walaupun sebenarnya, itu kurang bagus bagi kelangsungan organisasi. Wes yang penting nggak lari dari kenyataan !

Sekian dulu..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *