Hudzaifa
Diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat pribumi terhadap etnis etnis non-pribumi (Tionghoa) yang menetap di Indonesia sudah terjadi sejak masa pemerintahan kolonial belanda sampai sekarang [1], itu terjadi karena etnis Tionghoa memiliki perbedaan dengan masyarakat pribumi, dari mulai etnis, ras, warna kulit, budaya dan lain sebagainya serta Etnis Tionghoa tidak memiliki wilayah tetap di Indonesia, mereka tersebar di mana-mana, tidak seperti suku-suku lain di Indonesia yang umumnya menduduki wilayah administrasi tertentu[2] yang membuat etnis ini di diskriminasi oleh etnis lainnya khususnya pribumi.
kedatangan etnis Tionghoa ini terjadi pada awal abad ke-5 Masehi, ini sudah cukup lama terjadi tapi sampai saat ini masih cukup besar presentase diskriminasi terhadap etnis ini, bukan tanpa alasan dan bukan dengan alasan yang jelas etnis ini di diskriminasi, seperti yang sudah penulis paparkan di paragraf sebelumnya alasannya tidak cukup remeh karena pemikiran kolot bahwa hanya masyarakat pribumilah yang memiliki kedudukan tertinggi di masyarakat dan ini cukup miris karena saat ini masyarakat sudah berubah, sebab masyarakat adalah kelompok yang dinamis bukan lagi seperti dahulu tapi yang penulis katakan diatas pemikiran tersebut masih ada hingga sekarang.
Dikutip dari CNN Indonesia pada era Soekarno beliau menempatkan etnis Tionghoa dengan aktivitas perekonomian terbatas. Hal ini itu diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1959 tentang Larangan bagi Usaha Perdagangan Kecil dan Eceran yang Bersifat Asing di Luar Ibu Kota Daerah Swantara Tingkat I dan II Setara Karesidenan, jadi bukan hanya diskriminasi oleh masyarakat tapi juga di Peraturan Pemerintah saat itu. Ini menjadi cukup serius untuk dibicarakan karena bukan lagi mengenai rakyat tapi juga pemerintah.
Kasus diskriminasi terhadap etnis Tionghoa juga bukan sekedar hal biasa karena saat itu mereka juga dipaksa untuk mengganti nama yang berbau Tiongkok menjadi nama yang Indonesia, makanya karena kasus diskriminasi ini penegakkan hak asasi manusia harus terus ditegakkan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan ini seharusnya sudah dirasakan oleh masyarakat yang memiliki darah Tionghoa, walaupun memang yang penulis katakan di paragraf sebelumnya bahwa masih ada saja masyarakat yang kolot pemikirannya bahwa satu etnis lebih tinggi derajatnya dari etnis yang lain. Padahal, hal tersebut adalah taktik kolonial yang mengkotak kotakan suatu etnis.
Lebih lanjut, penulis menganalisis di sekitar penulis dan di media sosial yang diskriminasi masih cukup merajalela, contoh kasus saat acara masak di salah satu stasiun televisi swasta beberapa minggu lalu yang pemenang juara pertamanya adalah orang dari etnis Tionghoa dan saat itu di platform media sosial nya dipenuhi oleh hujatan dari warganet, itu tentu bukan hal baru karena beberapa warganet mengatakan bahwa dari musim pertama sampai musim terakhir semua pemenangnya adalah orang dari etnis Tionghoa, ini merupakan suat diskriminasi terhadap salah satu etnis. Padahal, hal tersebut bisa saja sudah dipikirkan oleh para ahli dibidangnya (juru masak).
Dengan ini seperti yang penulis katakan di paragraf sebelumnya bahwa diskriminasi terhadap etnis Tionghoa sudah terjadi dari era modern (Kolonial) sampai era kontenporer saat ini, walaupun praktiknya berbeda. dahulu saat era modern atau saat kolonialisme terjadi di Indonesia diskriminasi masih secara langsung di lapangan para etnis tersebut dibunuh, diperkosa, dan membuat undang-undang yang mendiskriminasi salah satu etnis, dan sekarang sudah eranya kontenporer diskriminasi bukan dilakukan secara langsung, tapi lewat media sosial, televisi dan lain sebagainya.
Maka dari itu, diskriminasi ini mungkin akan selalu ada dan ini berbeda beda setiap eranya dan saat ini masih ada diskriminasi tapi sudah berkurang karena ada undang-undang yang mengatur hal tersebut dan jika dilakkan akan adanya hukuman dan ini cukup berpengaruh serta menurunkan presentase diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.
[1] Thaus Sugihilmi Arya Putra, Hilangkan Rasisme dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa dengan Asimilasi Integrasi Tionghoa-Indonesia Tanpa Paksaan, Direktorat Jendral Kekayaan Negara, 11 Januari 2022, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-kalbar/baca-artikel/14721/Hilangkan-Rasisme-dan-Diskriminasi-terhadap-Etnis-Tionghoa-dengan-Asimilasi-Integrasi-Tionghoa-Indonesia-Tanpa-Paksaan.html#:~:text=Sejak%20masa%20Pemerintah%20kolonial%20Belanda,Tionghoa%20telah%20mengalami%20banyak%20diskriminasi.
[2] Fittrya, Laylatul, TIONGHOA DALAM DISKRIMINASI ORDE BARU TAHUN 1967-2000, vol 1, e-Journal Pendidikan Sejarah, mei 2013, hlm 160.