Biasnya Dunia Pendidikan Kita Saat Ini
“Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”, begitulah Ki Hajar Dewantara membangun konsep dasar pendidikan nasional yang luar biasa dalam maknanya. Saya kira hampir setiap pelajar tahu slogan dari salah satu pahlawan kita ini, setidaknya kalimat terakhir yaitu Tut Wuri Handayani. Namun, yang menjadi masalahnya tidak semua pelajar paham akan makna dari slogan tersebut. Padahal, hal ini menjadi penting karena jika paham maknanya dan di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang pendidikan, maka bukan tidak mungkin wajah pendidikan kita akan berubah menjadi lebih baik.
Lalu apa makna dari slogan bapak pendidikan Indonesia ini ? secara harfiah kalimat tersebut dapat diartikan, “Di depan menjadi panutan, di tengah menjadi penyeimbang, dan dibelakang memberikan dorongan”. Maksudnya adalah menjadi individu akademis harusnya bisa menjadi panutan dan memberikan contoh yang baik, lalu bisa menjadi penyeimbang yang berarti tidak menjadi individu yang individualis melainkan mempunyai sifat bersahabat dan dapat merangkul semua kalangan, serta mampu memberikan dukungan dan motivasi bukan malah mencemooh dan membuat orang lain menjadi tidak percaya diri. Setidaknya konsep ini dapat di implementasikan bagi orang-orang yang ada disekitar sebelum kemudian untuk semua orang.
Bagaimana? Luar biasa bukan? sebuah warisan pemikiran yang di berikan Ki Hajar Dewantara untuk pendidikan di Indonesia, sayangnya sampai hari ini hal itu belum bisa di implementasikan dengan baik dan hanya menjadi slogan semata. Bahkan, kita tahu bahwa kalimat, “Tut Wuri Handayani” terdapat dalam logo pendidikan nasional, namun anehnya tidak ada pembelajaran secara formal mengenai makna dari lambang tersebut. padahal sejatinya, hal yang dijadikan lambang sebuah instansi, lembaga, organisasi dan lain sebagainya, paling tidak orang-orang yang ada didalamnya mengerti maksud dari lambang tersebut sehingga bisa menjadikan patokan bahwa itu adalah tujuannya.
Di Abad 21 ini, zaman yang katanya sudah maju, semua serba mudah, internet sudah 4G, mengirim pesan hanya butuh waktu kurang dari satu detik, dan hal-hal lain yang tak bisa ditemukan sebelumnya. Ah, kurasa itu sangat membantu dan menyenangkan. Namun, sadar tak sadar itulah yang menghegemoni kita untuk kemudian bersikap apatis terhadap orang lain termasuk mungkin untuk membaca tulisan bar-bar ini saja malas.
Hal yang perlu kita garis bawahi disini adalah semua yang serba mudah itu membantu sekaligus bisa menyesatkan, bukan begitu? Pun dalam dunia pendidikan. Karena hidup adalah pilihan, maka sekarang tinggal memilih antara tetap berada dalam hegemoni yang membuat apatis atau mulai merangkak dan meninggalkan zona nyaman untuk kembali peduli berdasar kepada konsep (dasar) pendidikan nasional. Untuk memilihnya kita perlu mengkolaborasikan hati dan otak agar tak salah pilih. Tak perlu tergesa-gesa yang penting tetap berpikir. Itu saja. Kemudian memilih, lalu bergerak.
Basabasi kopi, 07 November 2018
penyunting: Abdul Majid