Kepingan-Kepingan HAM Di Indonesia
Nampaknya gagasan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih menjadi sesuatu yang asing dan aneh untuk diterima dan di terapkan dalam konsep kehidupan sosial bangsa Indonesia. tampaknya masyarakat Indonesia masih melihat dan memahami HAM sebagai konsep yang ada di luar tradisi dan budaya bangsa Indonesia, bahkan HAM di pandang sebagai salah satu idea yang berusaha mengikis dan menggugurkan ikatan-ikatan komunitarianisme sebuah kelompok masyarakat. karena di yakini nilai-nilai HAM itu condong ke arah individualisme dan kolonialisasi.
Agakmya pandangan diatas butuh pertimbangan dan analisis yang intens, sehingga dapat memperjelas uraian HAM dan kedudukannya dalam sebuah masyarakat, untuk menganalisis topic dan poin HAM, saya kira perlu adanya kupasan-kupasan berikut: pertama-tama kita akan menyelidiki dan mengamati persoalan HAM di Indonesia(1). Selangjutnya bagian ini akan ditutup dengan penyajian umum tentang HAM (2).
- Pasal Pokok Masalah HAM Di Indonesia
Ide tentang HAM sangat sulit di terima di Indonesia dikarena adanya pra anggaran yang telah merasuk dalam konsep HAM itu sendiri terutama oleh sebagian besar umat beragama seperti islam, kaum muslim dalam hal ini kelompok fundamentalis misalnya mendasari ide HAM sebagai konsep yang tidak sesuai dengan nilai dan syariat islam. dikarenakan mendorong kearah individualisme dan berusaha memingggirkan entitas komunal islam, paham islam yang berkembang sekarang ini memang berwujud dan nampak tidak mengizinkan adanya celah untuk individu mengekspresikan nuraninya tanpa ada desakan dari kelompoknya.hal ini tentu berbalik dengan ide HAM yang justru mendorong dan membebaskan individu untuk memperoleh identitas hati yang ia hendaki tanpa ada penhalangan atas nama sesuatu baik itu atas nama agama, negara dan pasar.
Padahal dalam momen historis islam, terutama permulaan islam muncul malah menampakkan semangat yang sangat humanis pada individualitas. Hal ini tampak dalam beberapa kejadian yang amat terkenal dikalangan umat islam itu sendiri. Misalkan tentang perkara niat untuk ikut hijrah. Dalam hadis nabi sangat jelas tentang persoalan niat dan terangkum dalam kitab al-Arbain an Nawawi “….barang siapa yang berniat hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka nilai niat hijrahnya itu berdimensi ilahiyyah. Tapi barang siapa yang berniat hijrah karena ingin memperoleh dunia dan perempuan yang hendak dinikahinya , maka nilai hijrah itu hanya untuk sesuatu yang menjadi tujuannya” (HR.Bukhari Muslim)
Dalam persoalan niat itulah ada makna eksistensial yang sebenarnya memberikan selebar-lebar dan seluas-luasnya ruang bebas individu untuk mengikuti kata hati (the pure practical reason) namun sayangnya islam yang mewujud saat ini tidak memandang dan mengulas pasal individu sebagai hal darurat dan serius. hal ini tentu bisa sangat berdampak terhadap eksistensi Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, karena jangankan menjadi anugerah bagi seluruh alam, bagi umat islam sendiri justru mengekang pengikutnya. Acuan yang lain tentang individualitas tampak pada kisah Nabi Muhammad dan pamanya Abu Thalib untuk masuk islam tapi Abu Thalib sampai akhir hayat tetap pada kepercayaan masyarakat arab yaitu paganisme. Riwayat tersebut bisa memberi isyarat dan petunjuk tentang keleluasaan individu untuk bertindak sesuai lubuk hatinya, tanpa hambatan dan paksaan termasuk dari agamanya sendiri.
Persoalan selanjutnya yang tidak kala penting terkait HAM di Indonesia adalah konstruksi atau tafsiran HAM sebagai kelanjutan proses kolonialisasi barat. Hal ini tentu dilihat dan dirasakan sebagai pengalaman traumatis dan mengguncangkan terutama oleh bangsa yang pernah mengalami masa penjajahan (inlander). warisan kolonisme masih mencengkeram rapat ingatan negara-negara yang pernah dijajah. pengalaman negatif saat suasana kolonialisasi itu terpendam dalam ingatan bersama-sama. Rangkaian kasus demi kasus yang mencuat akibat pengalaman kolonisasi ini membentuk memori kolektif yang menstimulus penentangan terhadap barat.
Makanya Hak-hak asasi manusia yang didesakkan oleh PBB atau barat ini dilihat dan dipandang sebagai untaian momen-momen kolonialisasi kembali. Terutama oleh masyarakat Indonesia, perangai barat kemudian dikonteks sebagai upaya untuk mencaplok ekonomi dan peranan politik bangsa Indonesia padahal sama sekali tidak, justru ide yang mendasari munculnya HAM adalah pengembalian harkat dan martabat manusia yang sangat sering di alienasikan oleh kekuatan di luar nurani individu. Ide HAM berusaha menjelmakan individu yang dimuliakan.
- Amanat Dan Intensi HAM
Deklarasi Universal Hak-Hak asasi manusia pada tanggal 10 desember 1948 mengalamatkan sebuah sistem yang bersifat universal, namun masih tetap memunculkan pertayaan yang sangat sederhana, apa itu Hak asasi manausia? Apakah hanya sekumpulan hak-hak yang tertulis dalam kertas deklarasi DUHAM? F.Budi Hardiman memberikan pengertian simpel dan mudah dipahami yaitu tuntutan universal untuk melindungi manusia dari pengalaman-pengalaman negatif dalam modernitas.
Dalam sejarah peradaban manusia dan juga berbagai bentuk pemikirannya yang senantiasa ada dalam kurun masa yang berbeda-beda, selalu saja masih kita temukan penganiayaan, pengeksploitasian dan penindasan oleh kuasa-kuasa asing yang ada di luar individu entah itu atas nama negara, pasar maupun agama. Padahal semua manusia sudah seharusnya bebas, sama serta otonom dan sudah memiliki hak-hak tertentu terhitung sejak kelahirannya. Oleh Thomas Jefferson sosok yang merancang Declaration of independence berbicara tentang aspek-aspek prinsipil manusia: ”….bahwa semua manusia diciptakan secara sama; bahwa mereka di perlengkapi oleh pencipta mereka dengan hak hak tertentuyang tidak dapat di alienasikan; hak itu termasuk dari ha katas kehidupan, kebebasan dan hak untuk mengejar kebahagiaan. Dengan melupakan dan melecehkan esensi-esensi manusia tersebut, dapat kita anngap sebagai sebab kesengsaraan di dunia.
Dalam gambaran dan pengertian universal tuntutan hak-hak asasi manusia yang ingin diperlihatkan adalah manusia yang rapuh, lemah dan rentang terhadap penghianatan dan kekejaman dari segala kuasa dan kekuatan asing. Karena manusia yang hidup tanpa adanya benteng, perlindungan dan proteksi hak asasi manusia sangat bisa berpotensi menjadi pelaku dan korban kekejaman.entah itu orang islam atau non islam, entah itu orang Indonesia atau orang barat sekalipun. Semua orang punya daya menjadi oknum peleceh hak-hak asasi manusia. Karenanya mungkin bisa dikatakan bahwa tidak ada yang lebih efektif untuk mengawal perlindungan manusia selain pengakuan dan persetujuan atas hak asasi manusia.
Sebagai penutup dari perihal konsep HAM di atas dapat di ambil sebuah penjelas bahwa HAM bukan lah ide yang murni berasal dari barat tapi dari pengalaman-pengalaman historis manusia dari berbagai konteks kehidupan yang mengelilinya. Nah untuk menyingkap polemik dan kesulitan kemanusiaan yang ada diperlukan sebuah sistem nilai yang bersifat universal yang mampu dan bisa merespon pengalaman-pengalaman negatif manusia dalam modernitas yang juga berarti berusaha kritis terhadap kekuasaan yang berada di luar individu seperti praktik keagamaan, intervensi negara dan kekuatan modal.
Kopas, 11 November 2018
penulis: Haedar Hafis
(Jurusan Ilmu Hadist UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
penyunting: Abdul Majid